NEWSSULSEL.id, Kalimantan –Koordinator Tim Advokasi Pihak Juwita, Muhammad Pazri, menyampaikan informasi dari keluarga Juwita, oknum TNI AL tersebut sempat merudapaksa korban sebanyak dua kali, sebelum akhirnya menghabisi nyawa korban.
“Berdasarkan alat bukti, kami sampaikan bahwa korban mengalami kekerasan seksual, ini adalah rudapaksa,” ungkapnya.
Pazri pun mengatakan kronologi awal peristiwa, pertama terjadi pada rentan waktu 25-30 Desember 2024.
Lalu, peristiwa kedua terjadi pada 22 Maret 2025 tepat pada hari jasad korban ditemukan.
“Pada September 2024, korban dan pelaku berkenalan lewat media sosial, kemudian komunikasi, lalu tukaran nomor telepon.”
“Hingga akhirnya pada rentan waktu 25-30 Desember pelaku menyuruh korban memesan kamar hotel di Banjarbaru,” jelasnya.
Saat itu, pelaku menyuruh korban memesan kamar hotel karena kelelahan setelah kegiatan.
Kemudian, korban tanpa menaruh curiga bersedia memesankan kamar penginapan di salah satu hotel di Banjarbaru.
“Setelah itu, pelaku menyuruh korban menunggu, setelah datang pada hari itu, pelaku membawa korban masuk ke dalam kamar dan mendorong ke tempat tidur.”
“Pelaku sempat memiting korban sebelum merudapaksa di dalam kamar tersebut,” ujarnya.
Pazri mengatakan semua kejadian tersebut diceritakan korban kepada kakak iparnya pada 26 Januari 2025.
Bahkan, korban sempat menunjukkan video pendek dan beberapa foto saat kejadian.
“Korban menunjukkan bukti video pendek, bahkan juga ada beberapa foto,” ujurnya.
“Bukti di dalam video yang berdurasi sekitar 5 detik itu, korban merekam pelaku sedang mengenakan celana dan baju setelah melakukan aksinya.”
“Saat itu korban ketakutan sehingga rekaman video itu bergetar,” ujarnya.
Sementara itu, terkait dugaan rudapaksa tersebut, pihak Denpomal Banjarmasin belum bersedia memberikan keterangan resmi kepada awak media.
Pazri juga mengungkapkan, berdasarkan hasil autopsi, kondisi tubuh Juwita mengalami kekerasan yang luar biasa karena ditemukan banyak luka memar.
Selain itu, di rahim Juwita juga ditemukan cairan putih atau sperma dalam jumlah yang banyak.
Menurut Pazri, temuan dari hasil autopsi itu harus didalami oleh penyidik lagi.
“Saat autopsi, dokter forensik mengizinkan pihak keluarga untuk menyaksikan, ini murni pembunuhan.”
“Namun, yang menjadi sorotan utama adalah temuan cairan putih (sperma) di rahim korban dengan volume cukup banyak, terdapat juga luka-luka, ini harus didalami,” ujar Pazri.
Dia lantas mendorong penyidik melakukan uji laboratorium forensik untuk mendalami hal tersebut…(*)
Lp.Rehan Biro Kalimantan