Faisal Djabbar, Alumni Unhas Pemerhati Kebijakan Publik
NEWSSULSEL.id,- Salut dan apresiasi atas Pernyataan Sikap yang diserukan Forum Guru Besar dan Dosen Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, pada 2 Februari 2024. Sebagai Perguruan Tinggi terbesar di Indonesia Timur, Petisi ini bagai pemukul gong suara nurani dari Timur Negeri.
Petisi dari Unhas merupakan kelanjutan gelombang keprihatinan sejumlah kampus belakangan ini. Sebelumnya, Pernyataan Sikap muncul dari civitas akademika UGM, UII, UI, dan kampus lainnya.
Sudah sepantasnya para Guru Besar atau Profesor, yang menjadi penjaga terang moral keilmuan di Perguruan Tinggi, bersikap tegas pada kemunduran demokrasi dan kecurangan elite negara.
Kata “Profesor” berasal dari bahasa Latin Profess, yakni orang yang dianggap mumpuni dalam bidang akademik atau keagamaan, sehingga memiliki otonomi untuk menyatakan klaim kebenaran atau validitas dari pemikiran, kepercayaan, atau keyakinan tertentu. Gelar Profesor sesungguhnya penghormatan atas kapasitas moral dan keahlian.
Pernyataan Sikap itu menyuarakan empat hal. Pertama, senantiasa menjaga dan mempertahankan Pancasila sebagai satu-satunya ideologi Bangsa dan Negara. Kedua, mengingatkan Presiden Jokowi dan semua pejabat negara, aparat hukum, dan aktor politik untuk tetap berada pada koridor demokrasi serta mengedepankan nilai-nilai kerakyatan dan keadilan sosial serta rasa nyaman dalam berdemokrasi.
Ketiga, meminta KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bekerja profesional, bersungguh-sungguh sesuai peraturan yang berlaku, dan menjunjung prinsip independensi, transparansi, adil, jujur, tidak berpihak, dan teguh menghadapi intervensi pihak mana pun.
Keempat, menyerukan masyarakat dan elemen bangsa secara bersama mewujudkan iklim demokrasi yang sehat dan bermartabat guna memastikan pemilu berjalan jujur, adil, dan aman agar hasil Pemilu mendapatkan legitimasi kuat berbasis penghormatan suara rakyat.
Tak bisa dimungkiri, penyelenggaraan dan pengamalan tata kelola negara dan pemerintahan dalam beberapa tahun terakhir telah menimbulkan sejumlah permasalahan besar, di antaranya adalah krisis praktik kepemimpinan, goyahnya ruh dan ideologi kebangsaan, hancurnya mimpi sebagai negara hukum, sirnanya kedaulatan rakyat, dan kemunduran demokrasi di negeri ini.
Permasalahan-permasalahan besar tersebut mengakibatkan terjadinya praktik korupsi sistemik, tidak berjalannya pemberdaulatan tata kelola perekonomian negara untuk kepentingan rakyat, dan runtuhnya visi demokratisasi perekonomian negara.
Saat ini telah terjadi kesenjangan antara tuntutan ruh dan ideologi negara Pancasila dengan praktik kepemimpinan pascareformasi. Perilaku intransparansi dan monopoli politik, yang menjadi potret sistem rezim Orde Baru yang korup, justru mengalami pewarisan lebih sistemik dan struktural sekarang.
Krisis ideologi dan lunturnya komitmen kebangsaan berdampak pada kerugian perekonomian negara, lumpuhnya demokrasi ekonomi, dan pelanggaran HAM. Proses-proses politik pun telah gagal melahirkan sumber daya insani pemangku amanah rakyat, yang justru menciptakan atmosfir politik yang terasa hipokrit.
Pemimpin dan kepemimpinan semakin kehilangan makna hakiki. Hubungan antara rakyat dengan negara bukan sebagai hubungan yang menghadirkan suasana keteduhan perlindungan rakyat dan hak-hak dasariahnya. Cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia semakin menjauh capaiannya.
Layaklah kemudian apabila Forum Guru Besar dan Dosen Universitas Hasanuddin, Makassar, menyatakan sikapnya. Petisi ini tentu saja bukan suara politik atau demi kepentingan Calon Presiden dan Wakil Presiden tertentu. Petisi ini adalah intonasi keyakinan dan kalam moral civitas akademika Universitas Hasanuddin sebagai mercu suar keadaban bangsa.
Dalam konteks itu pula, kita menitip harapan dan gugatan. Kita menuntut perbaikan sistem tata kelola negara dan pemerintahan yang dinafasi oleh ruh dan ideologi kebangsaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujujuran, keadilan, dan transparansi. Kita mendesak negara untuk menentang setiap usaha yang akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi, serta mengedepankan penegakan hukum dan norma-norma moralitas.
Walaupun begitu, pihak Rektorat Unhas menyebut Pernyataan Sikap civitas akademika Unhas tak mewakili suara resmi kampus.
Selain itu, ada yang mengatakan bahwa petisi dari sejumlah kampus besar itu justru menggambarkan kalau mereka makin terpinggirkan dalam pengelolaan dan perubahan sosial, bukan berada di pusat atau bagian integral dari disain pembangunan bangsa. Mereka hanya mampu teriak dari luar sistem, hampir setara parlemen jalanan.
Pendapat di atas mungkin masuk akal. Tapi, bukankah orang-orang yang saat ini berada di jantung Pemerintahan adalah sebelumny elite kampus. Contoh paling kentara adalah Pratikno, dari Rektor UGM loncat menjadi Menteri Sekretaris Negara. Juga, orang-orang yang ada di Kantor Staf Presiden dan Lembaga Negara lainnya.
Fenomena Petisi dari kampus belakangan ini justru memperlihatkan bahwa nurani itu masih ada di sana…(*).